Sabtu, 07 Januari 2012

Mobil Esemka? Mengapa Tidak, ini sebuah triger bagi pemerintah, mampukah?

Sebuah gebrakan awal tahun 2012 memantik kebanggaan rakyat Indonesia. Mobil Kiat Esemka terus menjadi pemberitaan media, dan makin populer di masyarakat. Diawali dari Walikota Solo, Joko Widodo atau Jokowi membeli mobil itu untuk kendaraan dinasnya, berduyun-duyun sejumlah kalangan ikut memborong mobil rakitan siswa SMK bekerjasama dengan bengkel Kiat itu.
Para politisi, menteri dan pengusaha ikut memesan mobil yang menurut sejumlah kalangan masih butuh standarisasi itu. Terhitung mulai Ketua DPR RI Marzuki Alie, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo, Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono, Anggota DPR Roy Suryo, Guruh Soekarnoputra, Puan Maharani, Tjahjo Kumolo dan Aria Bima dikabarkan ikut memesan.


Tidak ketinggalan juga dari kalangan pelawak Ginanjar dan sutradara Garin Nugroho turut tertarik memesan, disusul penyanyi Afgan Syah Reza.
Sementara sejumlah nama lain, termasuk komedian Olga Syahputra mengaku tertarik dengan mobil tersebut, meski hingga kini belum diketahui kepastiannya.
Mereka mulai ramai-ramai memesan sejak per 2 Januari, setelah mobil dinas Jokowi dan Wakilnya FX Hadi Rudiyatmo berupa mobil sedan Camry seharga Rp300 jutaan itu resmi diganti dengan Rajawali, mobil rakitan siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 2 Solo dan SMK Warga Surakarta. Media terus memberitakan mobil tersebut, bahkan menggulirkan wacana untuk menjadikan mobil kendaraan nasional. (kpl/dar)
Jakarta (ANTARA) - Ketua DPR RI Marzuki Alie membeli satu mobil Esemka, kendaraan produksi siswa SMKN 2 Surakarta, Jawa Tengah, dan mengajak semua kalangan menunjukkan komitmen untuk mendorong dan memotivasi anak bangsa menunjukkan inovasi yang membanggakan. 
Marzuki Alie ketika dihubungi pers dari Jakarta, Rabu, mengemukakan, dirinya membeli Esemka sebagai bentuk dukungan untuk pengembangan produk tersebut. 
Marzuki kini tercatat sebagai pejabat ketiga yang menggunakan Esemka setelah Wali Kota Surakarta Joko Widodo dan Wakilnya, FX Hadi Rudyatmo. 
Selain melakukan kunjungan kerja ke lokasi banjir di Sragen, Marzuki Alie didampingi istrinya juga melakukan peninjauan langsung ruang pamer mobil Esemka di halaman parkir kantor Wali Kota Surakarta. Saat itu Marzuki mengatakan membeli satu unit mobil dengan merk Esemka Rajawali. 
"Iya, saya beli satu unit, yang tipe double cabin," kata Marzuki yang juga Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat itu. 
Esemka Rajawali itu nantinya akan menjadi kendaraan patroli pengawal (patwal). Marzuki mengajak semua pihak mendukung upaya menjadikan Esemka sebagai mobil nasional. "Mobil patwal dari pemerintah akan dikembalikan," kata Marzuki. 
Marzuki juga menegaskan perlunya apresiasi dan dukungan terhadap karya siswa SLTA tersebut. Hadirnya mobil tersebut, semakin menguatkan fakta bahwa bangsa ini mempunyai potensi yang sangat besar. 
"Yang jelas itu harus kita apresiasi bahwa anak bangsa mempunyai kapasitas atau kemampuan untuk menghasilkan suatu produk yang membanggakan bangsa," kata Marzuki. 
Dia menjelaskan bahwa keberhasilan siswa-siswa SMK tersebut sebagai salah satu jalan untuk mewujudkan program mobil nasional yang sudah lama digagas bangsa ini. Hingga saat ini, ndonesia belum mempunyai mobil hasil produksi lokal. 
"Karena sampai sekarang kita belum punya yang namanya mobil nasional, dulu `kan ada mobil Timor. Ini harusnya kita dukung terus sehingga apapun kekurangannya pada akhirnya nanti disempurnakan sehingga betul-betul menjadi hasil produksi kebanggaan kita. Untuk itu wajib hukumnya untuk kita dukung," ujar Marzuki. 
Terkait aspek layak pakai mobil tersebut, menurut Marzuki, hal tersebut dapat ditempuh setelah ini. Instansi terkait aspek tersebut sudah barang tentu harus segera membantu mewujudkan bagi lahirnya mobil nasional itu. 
"Persoalan apakah sudah layak dan sebagainya tentukan ada standar industri yang harus dipenuhi. Nah tentu nanti kita arahkan, kalau memang ini memenuhi standar ya kita dukung untuk dikomersilkan. Dan kita dukung juga agar siapapun yang punya dana untuk membantu mengembangkan industri kebanggaan ini," kata Marzuki. 
Dia mengajak kalangan pejabat pemerintah dan wakil rakyat untuk berpartisipasi dalam memngembangkan produk tersebut. "Supaya instansi terkait ikut partisipasi agar Esemka segera bisa diproduksis ecara masal," katanya. 
Tanpa Hambatan 

Sementara itu, Guru Pembimbing SMK 2 Surakarta, Budi Martono mengatakan bahwa pihaknya tidak mengalami hambatan yang berarti dalam membuat mobil tersebut. Hampir semua pihak yang terkait dalam pembuatan mobil itu memberikan dukungan yang sangat berarti. "Syukurnya kami tidak mengalami kesulitan yang berarti hingga saat ini," kata Budi. 
Budi juga memastikan bahwa hampir 100 persen komponen badan atau body mobil merupakan hasil karya anak bangsa. Demikian pula dengan mesin. Dari keseluruhan komponen yang ada, hanya tiga jenis yang masih harus dibeli dari produk luar negeri. 
"Yang belum bisa kita bikin hanya cincin torak, katup dan sistem injeksi," kata Budi. 
Hingga saat ini, tercatat telah 3 pejabat negara yang membeli mobil tersebut. Mereka adalah Ketua DPR RI Marzuki Alie, Wali Kota Surakarta Joko Widodo dan Wakilnya, FX Hadi Rudyatmo. Sedangkan yang telah menyampaikan keinginan akan membeli adalah politisi Partai Demokrat dari Dapil Yogyakarta, Roy Suryo. 
"Pak Roy juga katanya Jumat besok mau ke sini untuk membeli," kata Budi. 
Roy Suryo menyatakan akan menjalani semua proses pengurusan dokumen mobil tersebut. Roy juga mengaku memberikan apresiasi kepada Wali Kota Surakarta yang langsung menjadikan mobil tersebut sebagai mobil dinasnya. 
"Meski akan panjang, Insya Allah pengurusan semua surat-suratnya (form, surat lain jalan, STCK, uji emisi dan sebagainya) di instansi terkait yang ada saya jalani, agar apa yang dikhawatirkan oleh Pak Bibit (Gubernur Jawa Tengah) ambil positifnya saja dibalik semangat Pak Jokowi (Joko Widodo) pantas diapresiasi," kata Roy.
Saat pejabat negara berganti mobil dinas biasanya yang muncul adalah celaan. Betapa anggaran negara dihambur-hamburkan demi kendaraan yang lebih mendukung gengsi daripada fungsi. Tetapi, Wali Kota Solo Djoko Widodo membuat gebrakan dengan memilih produk lokal untuk jadi mobil dinasnya yang baru. Mobil jenis sport utility vehicle (SUV) bermerek Kiat Esemka ini dibuat oleh siswa-siswa SMK dengan bekerjasama bersama pemilik bengkel Kiat, Sukiyat, seorang pria yang tidak lulus STM di Klaten.

Aksi Jokowi menggunakan mobil seharga Rp 95 juta ini kemudian malah bergulir menjadi sesuatu yang politis. Dari Gubernur Jawa TengahWali Kota Semarang, sampai Gubernur Jawa Timur ikut mengomentari langkah wali kota populer tersebut. Ada yang menyarankan agar Jokowi "jangan narsis", ada juga yang menyayangkan kenapa Jokowi menggunakan mobil yang surat-suratnya belum lengkap dan belum memenuhi standar keamanan, atau menyebut langkah Jokowi lebih cocok menjadi tagline kampanye.

Terlepas dari perdebatan politik soal motivasi Jokowi, yang seharusnya menjadi sorotan dalam berita ini adalah adanya sekumpulan anak-anak SMK, dengan bantuan sebuah bengkel mobil, telah berhasil merakit sebuah mobil. Inovasi teknologi jarang menjadi prioritas di Indonesia. Sehingga langkah Jokowi seharusnya dilihat sebagai upaya merangsang munculnya inovasi-inovasi teknologi lain itu.

Indonesia biasanya tidak dikenal karena keberpihakannya pada inovasi teknologi dan penelitian. Ketergantungan kita pada sumber daya alam terlalu besar. Indonesia pun terlena, tak mengembangkan sektor pendidikan dan teknologinya.

Padahal, jika kita membandingkan dengan Korea Selatan yang baru merdeka pada 1948, inovasi teknologi adalah kunci kebangkitan mereka sebagai suatu negara karena mereka tak kaya sumber daya alam seperti Indonesia.

Sementara di Indonesia, proyek mobil nasional Timor yang pernah dimiliki Indonesia justru menjadi akal-akalan impor mobil KIA dan sebuah skema pengurangan pajak. Indonesia pun sempat memiliki industri pesawat terbang nasional yang kini dibiarkan mati. Inovasi teknologi lain, bahan bakar blue energy yang berbahan dasar air, juga tidak jelas dasar ilmiah dan pengembangannya.

Bahkan, 'penemu' blue energy Djoko Suprapto sempat dilaporkan ke Polda Daerah Istimewa Yogyakarta oleh Universitas Muhammadiyah Yogyakarta atas dugaan penipuan sebesar Rp 1,5 miliar untuk proyek pembangkit listrik Jodipati dan energi alternatif Banyugeni.

Rendahnya anggaran riset penelitian menyebabkan banyak peneliti Indonesia yang lebih memilih untuk bekerja di luar negeri. Alhasil, inovasi-inovasi penelitian yang berhasil mereka temukan tidak terjadi di Indonesia.

Meski begitu, kisah Jokowi dan mobil Esemka membuktikan bahwa tanpa dukungan pemerintah pun, inovasi sudah terjadi di tingkat masyarakat. Ada orang-orang yang, meski tanpa kualifikasi pendidikan 'awam' seperti Sukiyat, memiliki kreativitas, mimpi besar, dan kemudian bisa mewujudkannya.

Kami yakin, Sukiyat dan murid-murid SMK pembuat mobil Esemka bukanlah satu-satunya. Ada banyak orang-orang lain yang berusaha mengembangkan inovasi dan teknologi, melakukan berbagai eksperimen ilmiah, dengan caranya sendiri, baik dalam tugas sekolah ataupun secara pribadi. Kami juga percaya, pendidikan, inovasi-inovasi teknologi, serta inisiatif masyarakat adalah cara untuk membangkitkan Indonesia. Dan jangan sekadar menyandarkan diri pada kekayaan alam.

Menurut Anda, apa yang bisa dilakukan untuk memunculkan lebih banyak inovasi teknologi di masyarakat? Jika Sukiyat dan sekumpulan murid-murid SMK bisa melakukannya secara mandiri, apakah menurut Anda dukungan pemerintah masih dibutuhkan?

Jika Anda menjawab iya, apa yang menurut Anda bisa dilakukan pemerintah, baik pusat maupun wilayah, untuk mendorong munculnya lebih banyak penelitian dan inovasi teknologi?

Bagaimana sekolah bisa mendorong murid-murid untuk melakukan lebih banyak eksperimen ilmiah? Sudah cukupkah sekolah memberi perhatian pada penelitian yang dilakukan oleh siswa-siswanya?

Dan tentu saja, jangan sampai Esemka menjadi sebuah kesempatan yang terlewatkan. Apa menurut Anda yang bisa menjadi langkah selanjutnya untuk mengembangkan mobil Esemka?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar